Waktu itu saya pernah mengikuti pelatihan SAR di Gn. Salak, saat itu instruktur SAR gabungan dari pemadam kebakaran, karena pelatihan kali ini mengangkat tema kebakaran hutan  dan  cara menanganinya. Tetapi diluar bahasan dari tema tersebut dan masih ada sedikit berbau kebakaran dan cara menanganinya, saya di beri sedikit ilmu untuk menangani orang yang mengalami luka bakar. Mungkin kita sering mengetahui orang-orang yang mengalami luka akibat terbakar, baik itu oleh api ataupun benda panas lainnya seperti air mendidih, minyak panas, dan lain-lain. Kebanyakan orang atau mungkin saya sendiri biasanya akan panik, lari-lari atau melompat-lompat dan setelah api padam bingung mencari Pasta gigi, Sabun mandi maka benda-benda itu akan di oleskan pada luka. Hal seperti itu memang umum dilakukan oleh masyarakat kita, namun tindakan seperti itu bukanlah tindakan yang dianjurkan untuk penanganan yang mengalami luka bakar. Berikut adalah sedikit tips yang kami berikan untuk menangani seseorang yang mengalami luka bakar :
1.      Upaya pertama saat terbakar adalah jauhkan korban dari sumber api atau sumber panas
Respon pertama korban yang mengalami kedaruratan adalah panik, oleh karena itu kita harus menjauhkan korban dari sumber bahaya. Karena panik di tempat sumber bahaya bukanlah hal yang menguntungkan, bisa jadi karena kepanikan korban maka kerusakan yang ditimbulkan menjadi lebih besar.
2.       Matikan api pada tubuh
Mematikan api dapat dengan cara menyelimuti atau menutup bagian yang terbakar dengan kain basah yang lebar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Bila api berkobar besar hingga sebagian besar tubuh terbakar maka dengan cepat berguling-gulinglah di tanah hingga api padam, jika terdapat pasir berguling dipasir akan lebih baik. INGAT..!!! jangan berlari.. karena berlari akan menyebabkan kobaran api makin besar. Jika api membesar langsung jatuhkan diri dan berguling-guling dengan cepat.
3.       Dinginkan Luka Bakar
Tahap ini merupakan tahap yang menentukan seberapa luas luka bakar akan dimiliki korban. Cara mendinginkan luka bakar adalah dengan mencelupkan, menyiram bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin (BUKAN AIR ES), jika tidak ada genangan air guyur dengan air mengalir sekurang-kurangnya selama 15 menit, jika tidak ada gunakan air mineral, air yang digunakan tidak perlu air steril yang penting bersih dan bukan air es. JANGAN gunakan Pasta gigi, sabun atau kecap untuk mengolesi luka bakar, karena bahan-bahan ini akan mengotori lukan dan menyebabkan luka sulit dibersihkan.
Proses kerusakan protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus meskipun api telah dipadamkan sehingga kerusakan akan tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan  mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan jaringan diupayakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu. Atau luka yang akan menjadi tingkat tiga dihentikan pada tingkat dua atau satu.
4.       Lepaskan pakaian atau perhiasan yang menempel pada tubuh korban
Baju, celana, ikat pinggang yang terbakar akan meleleh dan menempel pada tubuh korban sehingga akan sulit lepas jika tidak segera di lucuti. Perhiasan merupaka bahan yang mudah sekali menyimpan panas sehingga melepas perhiasan akan membantu mengurangi panas yang diterima korban.
5.      Tutupi tubuh korban dengan selimut yang tidak melekat
Menutupi tubuh korban dapat mencegah dehidrasi dari proses evaporasi (penguapan)
6.      Bawa korban ke rumah sakit terdekat





Pengalaman SAR
            Pengalaman SAR saya adalah ketika terjadi musibah banjir bandang di kecamatan panti kabupaten jember jawa timur tahun 2011. Hari itu adalah hari ke 5 musibah banjir bandang. Saya dan ayah saya baru sampai daerah tersebut siang hari . Sepulang dari rumah rekan ayah saya, saya bertemu teman ayah saya yang dulunya aktif di di kegiatan SAR seperti saya sekarang ini, beliau juga sempat menjadi instruktur saya di SAR. Beliau baru turun gunung dan ikut operasi SAR di panti, awalnya saya tidak begitu berselara turun ngeSAR, karena  hari itu saya merasakan lelah sehabis perjalanan dari Jakarta ke Jember. Tidak lama kemudian saya waktu itu di ajak ayah untuk cari info, singkat cerita dapatlah info dari teman saya yang ternyata turun ngeSAR di sana. Cerita kejadiannya sangat parah sampai ada 1 desa yang musnah. Dari cerita tersebut akhirnya saya merasakan duka & simpatik yang kemudian mendorong kaki saya untuk bergerak naik malam itu juga. Setelah mendapat izin dari Ayah tanpa sepengetahuan Ibu saya diizinkan untuk menjadi relawan SAR.            Malam itu sudah jam 9 malam, saya pun langsung berangkat dan minta antar rekan ayah saya menuju lokasi, saya bawa Carrier pinjaman dari teman saya. Malam itu juga berboncengan dengan logisik secukupnya. Malam itu dengan dengan penerangan terbatas  kami bergerak perlahan, jam 10 kami baru bisa mendekat ke posko induk, namun 300m menjelang posko induk saya harus jatuh karena lumpur waktu itu masih setinggi tumit dan alhasil saya dapet luka di pinggul sama siku. Malam itu juga saya langsung lapor DAN SAR dan sempat juga dapet perawatan dari dokter TNI yang waktu itu piket.
            Pagi - pagi  tim yang diberangkatkan dibagi 3 SRU, dan masing masing personel harus jadi porter bawa beras sekarung melewati terjangan lumpur dan melakukan penyebrangan kering dan basah dengan resiko di gelontor lumpur dan batu sebesar ban mobil tronton.  Perjalanan pun bersambung dengan medan mendaki melambung menyusuri tebing2 retak yang bila tidak hati2 bisa mengubur siapa aja yang lewat, saya masih ingat waktu itu pasir sama tanah berguguran ketika saya lewat. Siang harinya kita sudah sampai di pemukiman atas dan di sana kebetulan tim marinir sudah tiba duluan, maklum mereka pake heli, tapi ada beberapa kompi yang emang stay di situ karena kebetulan waktu itu ada kegiatan militer di atas Gn. Argopuro. Mereka langsung turun potong kompas via cemara kandang . Setelah membagikan beras dan logistik yang udah 6 jam jadi pemberat punggung tim bergerak melakukan evak dan beberapa membantu marinir membuat helipad.
             Setelah membantu melakukan pembuatan helipad darurat maka tim bergerak ke atas di camp darurat pengungsi, tugas tim kali ini adalah membawa semua pengungsi yang masih bertahan di atas untuk turun, terutama pengungsi dengan kondisi butuh penanganan medis. Kala itu air mulai naik karena hujanpun mulai turun. Ketika kami berada di bibir sungai klepuh dan hendak melakukan penyebrangan basah kaki-kaki kami sudah mulai merasakan batu-batu sebesar kepalan tangan ikut begerak karena derasnya air menghantam tulang kering kami. Kami pun memutuskan untuk menggunakan tali pengaman, Ka Anto Anggota Laskar Merah Putih bertugas memasang ancor, posur dia yang tinggi pun tidak terlalu sulit melintasi sungai meski airnya begitu deras. Ancor kami buat di pohon yang berdiri di seberang sementara 2 orang lagi menjadi ancor hidup dengan bantuan pohon mahoni di seberang kami. Kamipun membenahi tandu-tandu kami, tandu kami periksa keamanannya dan simpul2nya. Korban pun kami ikat menyatu dengan tandu agar nanti tidak terlalu banyak membuat gerakan yang berbahaya. Tim pembawa tandu pun mulai siap, harness dan karabiner ditambatkan di tali pemandu sebagai pengaman bila terpeleset atau jatuh, begitu pula dengan tandu yang kami bawa kami ikatkan. Tak lupa di bagian bawah tim pengaman cadangan telah bersiap, mereka dipilih orang dengan badan yang tinggi dan kuat karena mereka berada di tengah arus sungai standby. Tandu pertama yang membawa si nenek mulai bergerak sebagai korban yang harus di prioritaskan. Belum jgua sampai di pinggir sungai HT yang kami bawa mulai berteriak-teriak bahwa hasil pengamatan heli di atas hujan sangat lebat. Tim harus bergerak cepat menghindari banjir susulan. Dan SRU silas yang telah punya jam terbang tinggi (pernah turut dalam berbagai operasi besar seperti tsunami aceh) tampak tenang tenang saja, ia menyadari kondisi ketegangan tim harus dihindari dalam kegiatan seperti ini. Ia hanya menyapaikan pada kami yang bertugas menjadi ancor hidup. Setelah semua tandu lolos diseberangkan giliran penyeberang terakhir menyeberang. Dengan tali terikat di harness kami berjalan perlahan-lahan sementara tali yang semula diikat sebagai ancor tetap diubah menjadi ancor hidup yang dikendalikan seorang bilayer. Dengan demikian kami tidak perlu meninggalkan tali disana karena begitu selesai menyebarang kami tinggal menarik tali tersebut.
            Rintangan pertama terlewati, berikutnya rintangan selanjutnya adalah terjangan derasnya sungai putih yang bisa membawa batu-batu sebesar ban. Syukurlah banjir belumlah begitu tinggi namun suara batu yang beradu di bawah kami cukup membuat ciut nyali kami. Sementara itu teman-teman di seberang gelisah memandangi kami yang kembali harus bisa tenang membawa korban agar sampai selamat di posko induk. Tugas yang cukup melelahkan memang namun cukup memuaskan karena panggilan nurani terpenuhi. malam itu kami habiskan malam dengan berbincang bersama teman-teman mapala lainnya, tim sar brimob, tim sar marinir dan bantuan dari TNI lainnya. malam pun berlalu kami lewatkan dalam kehangatan kantong2 mayat yang kami gunakan sebagai sleeping bag anti air dan lumpur.



                Mendaki adalah aktivitas yang paling membahagiakan. Mendaki bukan kegiatan penghantar takdir menuju “KEMATIAN” tetapi mendaki itu untuk belajar dan mencari jati diri. Miris rasanya saat banyak dari teman – teman pendaki yang meninggal dunia disaat melakukan pendakian. Mendaki gunung yang diperlukan adalah fisik, mental, dan ketahanan tubuh. Bukan kesombongan, gaya – gayaan agar terlihat keren atau kuat sebagai alasannya. Untuk mendaki  gunung dibutuhkan 50 persen Stamina dan 50 persen sisanya adalah mental. Tanpa keduanya kita tidak akan bisa mendaki dengan nyaman. Selama pendakian jagalah perbuatan dan perkataan Anda, karena untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan selama pendakian . Dan hal yang lain adalah “Hormati Alam”. Gunung itu tidak untuk ditaklukkan tetapi dihormati dan dijaga.

                Keselamatan pendaki sangat diutamakan, sebab apapun alasannya Gunung bukanlah tempat yang bisa didaki hanya dengan modal semangat saja. Tidak sedikit pendaki yang mengalami kecelakaan, bahkan kehilangan nyawa. Hal itu disebabkan oleh faktor alam maupun faktor kesalahan manusia. Oleh karena itu setiap pendaki dianjurkan utuk berhati-hati saat melakukan pendakian, dan tetap mengutamakan faktor keselamatan.
Beberapa faktor kesalahan manusia adalah:
·      Minimnya pengetahuan tentang medan yang akan dilalui.
·      Membuka jalur baru tanpa pengetahuan navigasi dan cara bertahan hidup yang memadai
·      Tersesat di hutan karena kekurangan makanan dan air
·      Terjadinya gap dan perbedaan pendapat dalam kelompok pendaki
·      Kecerobohan leader dalam menentukan jalur yang akan dilalui.
Faktor alam yang menyebabkan pendaki mengalami kecelakaan adalah:
·      Suhu yang tiba-tiba turun drastis yang disebabkan oleh perbedaan suhu di sekitar gunung menyebabkan turunnya daya tahan pendaki
·      Badai gunung
·      Binatang buas
·      Kebakaran hutan
·      Longsornya tebing gunung
·      Gas beracun.

                Untuk mengurangi  kecelakaan saat pendakian ada beberapa cara atau tahapan sebelum pendakian dimulai, dan tahapan ini juga sebagai prosedur pendakian yang safety.
Jumlah orang yang akan mendaki minimal tiga orang
·      Membawa peralatan yang lengkap, terutama peralatan pribadi, misalnya jaket , sarung tangan, tutup kepala, sepatu, dan jas hujan.
·      Menjaga kekompakan tim sebagai hal vital dalam perjalanan agar tercipta suasana saling membantu dan menghargai sehingga perjalanan akan semakin cepat dan baik.
·      Mempunyai leader yang berpengalaman baik secara mental maupun pengetahuan
·      Membawa logistic dan air yang cukup , minimal untuk diri sendiri
·      Menjaga kondisi tubuh agar tetap fit.
Pada intinya semua kembali pada kesiapan si pendaki itu sendiri, baik kesiapan fisik dan mental serta persiapan perlengkapan penunjang pendakian. Agar semua bisa kembali membawa pesan alam dengan senyuman.


Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Menurut data statistik bahwa Indonesia masuk kedalam 4 besar dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yaitu 241.452.952 jiwa (datastatistik-indonesia.com). Bahkan dari data tersebut menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat sampai dengan tahun 2025. Jumlah ini sangat masuk akal, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang penduduknya tersebar di seluruh pulau. Walaupun Pulau Jawa yang memiliki jumlah penduduk terbanyak, tetapi pulau lain pun di prediksi akan mengalami peningkatan penduduk yang sangat signifikan.
Jumlah penduduk yang banyak ini sangat berpengaruh dengan tingkat pendidikan. Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menegah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 
Di daerah dengan jumlah penduduk yang banyak, secara otomatis tingkat pendidikannya pun setara. Namun di daerah yang memiliki tingkat penduduk yang lebih sedikit, tingkat pendidikannya kurang terpantau. Jumlah penduduk yang tersebar di banyak pulau tidak sebanding dengan tingkat pendidikan. Banyak penduduk yang diluar Pulau Jawa tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan di daerah Pulau Jawa pun masih ada yang belum mendapatkan haknya sebagai penduduk Indonesia. Hal tersebut ditinjau dari fasilitas pendidikannya seperti gedung atau tempat memperoleh pendidikan. Disamping itu jarak rumah dengan sekolah pun menjadi faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan pendidikan diluar Jawa.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pihak terkait untuk mempebaiki tingkat pendidikan di Indonesia. Salah satunya yaitu dengan pemerataan yang dilakukan terhadap daerah yang kurang terpantau tingkat pendidikannya. Dengan program yang dilakukan secara intensif, menurut saya dapat memperbaiki bahkan menyamaratakan tingkat pendidikan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Kejadian sebelumnya seperti sarana prasarananya dapat diatasi dengan baik. Dan juga jarak antara rumah dengan sekolah pun dapat diatasi dengan perbaikan jalan atau jembatan menuju ke sekolah. Dengan demikian harapan seluruh penduduk Indonesia yaitu menginginkan pendidikan yang layak dapat terpenuhi.

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers