Pengalaman SAR
            Pengalaman SAR saya adalah ketika terjadi musibah banjir bandang di kecamatan panti kabupaten jember jawa timur tahun 2011. Hari itu adalah hari ke 5 musibah banjir bandang. Saya dan ayah saya baru sampai daerah tersebut siang hari . Sepulang dari rumah rekan ayah saya, saya bertemu teman ayah saya yang dulunya aktif di di kegiatan SAR seperti saya sekarang ini, beliau juga sempat menjadi instruktur saya di SAR. Beliau baru turun gunung dan ikut operasi SAR di panti, awalnya saya tidak begitu berselara turun ngeSAR, karena  hari itu saya merasakan lelah sehabis perjalanan dari Jakarta ke Jember. Tidak lama kemudian saya waktu itu di ajak ayah untuk cari info, singkat cerita dapatlah info dari teman saya yang ternyata turun ngeSAR di sana. Cerita kejadiannya sangat parah sampai ada 1 desa yang musnah. Dari cerita tersebut akhirnya saya merasakan duka & simpatik yang kemudian mendorong kaki saya untuk bergerak naik malam itu juga. Setelah mendapat izin dari Ayah tanpa sepengetahuan Ibu saya diizinkan untuk menjadi relawan SAR.            Malam itu sudah jam 9 malam, saya pun langsung berangkat dan minta antar rekan ayah saya menuju lokasi, saya bawa Carrier pinjaman dari teman saya. Malam itu juga berboncengan dengan logisik secukupnya. Malam itu dengan dengan penerangan terbatas  kami bergerak perlahan, jam 10 kami baru bisa mendekat ke posko induk, namun 300m menjelang posko induk saya harus jatuh karena lumpur waktu itu masih setinggi tumit dan alhasil saya dapet luka di pinggul sama siku. Malam itu juga saya langsung lapor DAN SAR dan sempat juga dapet perawatan dari dokter TNI yang waktu itu piket.
            Pagi - pagi  tim yang diberangkatkan dibagi 3 SRU, dan masing masing personel harus jadi porter bawa beras sekarung melewati terjangan lumpur dan melakukan penyebrangan kering dan basah dengan resiko di gelontor lumpur dan batu sebesar ban mobil tronton.  Perjalanan pun bersambung dengan medan mendaki melambung menyusuri tebing2 retak yang bila tidak hati2 bisa mengubur siapa aja yang lewat, saya masih ingat waktu itu pasir sama tanah berguguran ketika saya lewat. Siang harinya kita sudah sampai di pemukiman atas dan di sana kebetulan tim marinir sudah tiba duluan, maklum mereka pake heli, tapi ada beberapa kompi yang emang stay di situ karena kebetulan waktu itu ada kegiatan militer di atas Gn. Argopuro. Mereka langsung turun potong kompas via cemara kandang . Setelah membagikan beras dan logistik yang udah 6 jam jadi pemberat punggung tim bergerak melakukan evak dan beberapa membantu marinir membuat helipad.
             Setelah membantu melakukan pembuatan helipad darurat maka tim bergerak ke atas di camp darurat pengungsi, tugas tim kali ini adalah membawa semua pengungsi yang masih bertahan di atas untuk turun, terutama pengungsi dengan kondisi butuh penanganan medis. Kala itu air mulai naik karena hujanpun mulai turun. Ketika kami berada di bibir sungai klepuh dan hendak melakukan penyebrangan basah kaki-kaki kami sudah mulai merasakan batu-batu sebesar kepalan tangan ikut begerak karena derasnya air menghantam tulang kering kami. Kami pun memutuskan untuk menggunakan tali pengaman, Ka Anto Anggota Laskar Merah Putih bertugas memasang ancor, posur dia yang tinggi pun tidak terlalu sulit melintasi sungai meski airnya begitu deras. Ancor kami buat di pohon yang berdiri di seberang sementara 2 orang lagi menjadi ancor hidup dengan bantuan pohon mahoni di seberang kami. Kamipun membenahi tandu-tandu kami, tandu kami periksa keamanannya dan simpul2nya. Korban pun kami ikat menyatu dengan tandu agar nanti tidak terlalu banyak membuat gerakan yang berbahaya. Tim pembawa tandu pun mulai siap, harness dan karabiner ditambatkan di tali pemandu sebagai pengaman bila terpeleset atau jatuh, begitu pula dengan tandu yang kami bawa kami ikatkan. Tak lupa di bagian bawah tim pengaman cadangan telah bersiap, mereka dipilih orang dengan badan yang tinggi dan kuat karena mereka berada di tengah arus sungai standby. Tandu pertama yang membawa si nenek mulai bergerak sebagai korban yang harus di prioritaskan. Belum jgua sampai di pinggir sungai HT yang kami bawa mulai berteriak-teriak bahwa hasil pengamatan heli di atas hujan sangat lebat. Tim harus bergerak cepat menghindari banjir susulan. Dan SRU silas yang telah punya jam terbang tinggi (pernah turut dalam berbagai operasi besar seperti tsunami aceh) tampak tenang tenang saja, ia menyadari kondisi ketegangan tim harus dihindari dalam kegiatan seperti ini. Ia hanya menyapaikan pada kami yang bertugas menjadi ancor hidup. Setelah semua tandu lolos diseberangkan giliran penyeberang terakhir menyeberang. Dengan tali terikat di harness kami berjalan perlahan-lahan sementara tali yang semula diikat sebagai ancor tetap diubah menjadi ancor hidup yang dikendalikan seorang bilayer. Dengan demikian kami tidak perlu meninggalkan tali disana karena begitu selesai menyebarang kami tinggal menarik tali tersebut.
            Rintangan pertama terlewati, berikutnya rintangan selanjutnya adalah terjangan derasnya sungai putih yang bisa membawa batu-batu sebesar ban. Syukurlah banjir belumlah begitu tinggi namun suara batu yang beradu di bawah kami cukup membuat ciut nyali kami. Sementara itu teman-teman di seberang gelisah memandangi kami yang kembali harus bisa tenang membawa korban agar sampai selamat di posko induk. Tugas yang cukup melelahkan memang namun cukup memuaskan karena panggilan nurani terpenuhi. malam itu kami habiskan malam dengan berbincang bersama teman-teman mapala lainnya, tim sar brimob, tim sar marinir dan bantuan dari TNI lainnya. malam pun berlalu kami lewatkan dalam kehangatan kantong2 mayat yang kami gunakan sebagai sleeping bag anti air dan lumpur.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers